√ Menyemai Kader Nahdhiyyah Melalui Aktivitas Tahlil Rutin
Kegiatan Tahlil Rutin Hari Kamis |
Program tahlil ini, dilaksanakan setiap hari kamis dengan imam tahlil yang sudah dijadwal oleh Kepala Madrasah, berlokasi di serambi masjid jami’ Assu’ada Undaan Tengah. Anak-anak berbaris rapi menciptakan shof-shof menghadap kiblat dan mengikuti bacaan imam tahlil dengan khidmat.
Setidaknya , dalam aktivitas tahlil penerima didik diajarkan untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, selain itu ada nilai cinta kepada keluarga yang sudah meninggal dan nilai berbakti kepada kedua orang renta dengan memanjatkan doa kepada Allah untuk sesepuh madrasah, para guru dan orang renta yang telah mendahului menghadap Allah SWT ( wafat ).Semoga Allah mendapatkan amal ibadah mereka, mengampuni dosa dan kehilafan mereka, serta mengangkat derata mereka disisi-Nya.
Dalam konteks pendidikan kenegaraan, Tahlilan ternyata tidak hanya mengandung nilai-nilai ibadah, tetapi terdapat juga pesan-pesan filosofis yang ingin disampaikan kepada generasi berikutnya.
Pesan-pesan filosofis inilah yang menarik untuk dikaji dalam multi dimensi kehidupan manusia. Tahlil dalam bingkai pengamalan dasar negara yaitu Pancasila.
Tahlil berasal dari kata “Hallala–Yuhallilu–Tahliilan” yang berarti membaca “Laa Ilaaha Illallah”. Inti Tahlil terdapat pada bacaan kalimat tauhid “Laa Ilaaha illallah”. Orang islam Indonesia biasa menyebut dengan istilan “Tahlilan” dengan menambahkan akhiran “an” di belakangnya, artinya melaksanakan atau mengadakan Tahlil.
Program Tahlil di madrasah ini, memiliki maksud untuk menanamkan nilai-nlai filosofi pengamalan Pancasila yang terkandung dalam kegiatan tahlilan, diantaranya adalah
Dalam Tahlilan, surat al-Quran pertama yang dibaca yaitu al-Ikhlash. Inti dari surat al-Ikhlash mengadung tuntunan meng-esakan Allah SWT dalam segala aspeknya. Mulai dari esa dalam Dzat-Nya, esa dalam posisi sebagai tempat berlindung atau bersandar, hingga esa dari hal yang menyamai-Nya. Ini selaras dengan sila pertama dari pancasila, yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”. Ketika surat al-Ikhlash dibaca dan diamalkan, maka nilai-nilai sila pertama tercakup di dalamnya.
Ada hukum tidak tertulis dalam pelaksanaan Tahlilan secara jama’ah, setiap anggota jama’ah memiliki hak sama dalam pelayanan shahibul bait, mulai dari tempat hingga konsumsi. Semua jama’ah diperlakukan sama tanpa memandang status social yang disandang individu jama’ah. Alangkah indah hukum tidak tertulis ini, dianggap tidak etis jikalau ada jama’ah yang menonjolkan status social di majlis tahlilan, mereka duduk bersama, menerima pelayanan yang sama dan memiliki hak yang sama. Ini semua merupakan perwujudan dari sila kedua Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Langsung atau tidak langsung, sengaja ataupun tidak, yang terperinci jama’ah telah diarahkan untuk mengamalkan sila kedua dari Pancasila tersebut.
Tradisi yang ada, sebelum dan sehabis pembacaan Tahlil, biasanya para jama’ah bercengkrama dengan penuh keakraban dan canda-gurau sambil menikmati menu yang disuguhkan tuan rumah. Keakraban, rasa persaudaraan dan perasaan senasib muncul dari kebiasaan ini. Persatuan antar jama’ah terjalin erat dan terpelihara tanpa paksaan dan muncul secara otomatis di majlis Tahlilan. Jika perbicara sila ke tiga dari Pancasila “Persatuan Indonesia” maka salah satu bentuk pengamalannya konkret ada dalam tradisi Tahlilan. Memang jama’ah terkadang tidak merasa bahwa bahwasanya mereka telah mengamalkan sila ketiga, tapi teradisi ini dibangun oleh salafush shaleh dan terus berkesinambungan hingga hari ini. Pada kesannya persatuan dan kesatuan tertanam di kalangan jama’ah sekaligus berkesesuain dengan sila ketiga.
Tradisi cengkrama di atas posisinya di luar pembacaan Tahlil, ketika Tahlil dibaca, maka ada salah satu jama’ah yang memimpin pembacaan Tahlil, meskipun semua jama’ah hafal semua kalimah thaiyibah yang ada dalam tahlilan. Secara otomatis mereka dilatih untuk menjadi pemimpin dan terpimpin yang baik.Tidak satupun jama’ah berani mengeraskan bacaan yang bertentangan dengan bacaan imam Tahlil. Bisa saja seandainya para jama’ah membaca kalimah thaiyibah sendiri-sendiri tanpa ada yang jadi imam, alasannya masing sudah hafal bacaan yang ada, tapi nilai edukasi dan filosofis luhur terdapat pada adanya imam dalam pembacaan Tahlil.
Di samping itu, tradisi di atas tak jarang menjadi ajang musyawarah untuk memilih langkah-langkah kegiatan social dan keagamaan di daerahnya. Banyak keputusan ataupun pemecahan dilema tempat lahir dari majlis Tahlilan. Musyawarah non formal ini sangat efektif dan efisien tanpa harus mengorbankan waktu dan biaya secara khusus. Ini semua merupakan bentuk dari pengamalan dari sila ke empat dari Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh nasihat budi dalam permusyawaran / perwakilan”.
Berkaitan dengan hak jama’ah, mereka memiliki bab yang sama dalam pelayanan fasilitas dan konsumsi. Kaya ataupun miskin “berkat”nya sama, jatah konsumsinya sama dan tempat duduknya sama. Ini merupakan bentuk pengamalan dan pembelajaran konsep keadilan. Kebiasaan ini sudah usang berjalan dan sudah menjadi hukum tidak tertulis bahkan tertanam dengan penuh keikhlasan dan kesadaran penuh di masing-masing jama’ah. Jika kita lihat suara sila ke lima Pancasila “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia” maka tradisi ini merupakan bentuk pengamalan hakiki dari sila ke lima Pancasila.
Semoga aktivitas tahlil setiap hari Kamis dalam setiap minggunya ini menjadi jariyah kita, para guru madrasah dan para sesepuh bagi lahirnya generasi yang nahdhiyyah dan cinta tanah air.
Untuk melihat lebih jauh perihal semua postingan blog ini,, silakan kunjungi [ Daftar Isi ]
Semoga bermanfaat dan jangan lupa tombol like , Terima Kasih
Terima kasih telah membaca artikel ini, Semoga bermanfaat.
jangan lupa baca artikel :Download RPP Kelas 1 Kurikulum 2013 Revisi 2019
0 Response to "√ Menyemai Kader Nahdhiyyah Melalui Aktivitas Tahlil Rutin"
Post a Comment