√ Moral Dan Moral Menuntut Ilmu Berdasarkan Kh. Hasyim Asy'ari
Melihat fenomena dikala ini, jikalau dilihat dari lulusan/output pendidikan yang ada, begitu banyak usia belia yang sudah lulus sekolah maupun masih dalam masa pendidikan , tidak mengindahkan etika antar sesama teman, etika dengan orang renta dan etika dengan siapapun, menunjukkan betapa kurang berhasilnya pendidikan dalam menghasilkan output sebagai generasi penerus bangsa, sesuai yang digembar-gemborkan pemerintah wacana pendidikan karakter. Kiranya nasehat KH.M.Hasyim Asy’ari dalam Kitab-nya Adabul ‘Alim wal Muta’allim, kita buka dan renungkan untuk dilaksanakan dalam sistem pembelajaran dikala ini.
Adab dan Etika Menuntut Ilmu berdasarkan KH. Hasyim Asy'ari
Pertama, hendaknya membersihkan hatinya dari segala hal yang sanggup mengotorinya ibarat dendam, dengki, akidah yang sesat dan perangai yang buruk.
Hal itu dimaksudkan supaya hati gampang untuk mendapatkan ilmu, menghafalkannya, mengetahui permasalahan-permasalahan yang rumit dan memahaminya.
Kedua, hendaknya mempunyai niat yang baik dalam mencari ilmu, yaitu dengan bermaksud mendapatkan ridho Allah, mengamalkan ilmu, menghidupkan syariat Islam, menerangi hati
dan mengindahkannya dan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan hingga berniat hanya ingin mendapatkan kepentingan duniawi ibarat mendapatkan kepemimpinan, pangkat, dan harta atau menyombongkan diri di hadapan orang atau bahkan supaya orang lain hormat.
Ketiga, hendaknya segera mempergunakan masa muda dan umurnya untuk memperoleh ilmu, tanpa terpedaya oleh rayuan “menunda-nunda” dan “berangan-angan panjang”, lantaran setiap detik yang terlewatkan dari umur tidak akan tergantikan. Seorang santri hendaknya memutus sebisanya urusan-urusan yang menyibukkan dan menghalang-halangi sempurnanya berguru dan kuatnya kesungguhan dan keseriusan menghasilkan ilmu, lantaran semua itu merupakan faktor-faktor penghalang mencari ilmu.
Keempat, mendapatkan sandang pangan apa adanya lantaran kesabaran akan ke-serba kekurangan hidup, akan mendatangkan ilmu yang luas, kefokusan hati dari angan-angan yang majemuk dan nasihat pesan tersirat yang terpancar dari sumbernya.
Kelima, cerdik membagi waktu dan memanfaatkan sisa umur yang paling berharga itu. Waktu yang paling baik untuk hafalan yaitu waktu sahur, untuk pendalaman pagi buta, untuk menulis tengah hari, dan untuk berguru dan mengulangi pelajaran waktu malam. Sedangkan daerah yang paling baik untuk menghafal yaitu kamar dan tempat-tempat yang jauh dari gangguan. Tidak baik melaksanakan hafalan di depan tanaman, tumbuhan, sungai dan daerah yang ramai.
Keenam, makan dan minum sedikit. Kenyang hanya akan mencegah ibadah dan bikin tubuh berat untuk belajar. Di antara manfaat makan sedikit yaitu tubuh sehat dan tercegah dari penyakit yang di akibatkan oleh banyak makan dan minum, ibarat ungkapan syair yang artinya: “Sesungguhnya penyakit yang paling banyak engkau ketahui berasal dari kuliner atau minuman.”
Ketujuh, bersikap wara’ (mejauhi kasus yang syubhat ‘tidak terang ‘ halal haramnya) dan berhati-hati dalam segala hal. Memilih barang yang halal ibarat makanan, minuman, pakaian, daerah tinggal dan semua kebutuhan hidup supaya hatinya terang, dan gampang mendapatkan cahaya ilmu dan kemanfaatannya. Hendaknya seorang santri memakai hukum-hukum dispensasi (rukhsoh) pada tempatnya, yaitu ketika ada kebutuhan dan lantaran yang memperbolehkan. Sesungguhnya Allah bahagia bila aturan rukhsohnya dilakukan, ibarat senangnya Allah bila aturan ‘azimahnya (hukum sebelum muncul ada lantaran rukhsoh) dikerjakan.
Kedelapan, meminimalisir penggunaan kuliner yang menjadi penyebab bebalnya otak dan lemahnya panca indera ibarat buah apel yang asam, buncis dan cuka. Begitu juga dengan kuliner yang sanggup memperbanyak dahak (balgham) yang memperlambat kinerja otak dan memperberat tubuh ibarat susu dan ikan yang berlebihan. Hendaknya seorang santri menjauhi hal-hal yang mengakibatkan lupa ibarat makan kuliner sisa tikus, membaca goresan pena di nisan kuburan, masuk di antara dua unta yang beriringan dan membuang kutu hidup-hidup.
Kesembilan, meminimalisir tidur selama tidak berefek ancaman pada kondisi tubuh dan kecerdasaan otak. Tidak menambah jam tidur dalam sehari semalam lebih dari delapan jam. Boleh kurang dari itu, asalkan kondisi tubuh cukup kuat. Tidak problem mengistirahatkan tubuh, hati, pikiran dan mata bila telah capek dan terasa lemah dengan pergi bersenang-senang ke tempat-tempat rekreasi sekiranya dengan itu kondisi diri sanggup kembali (fresh).
Kesepuluh, meninggalkan pergaulan lantaran hal itu merupakan hal terpenting yang seyogyanya di lakukan pencari ilmu, terutama pergaulan dengan lain jenis dan ketika pergaulan lebih banyak-main-mainnya dan tidak mendewasakan pikiran. Watak insan itu ibarat pencuri ulung (meniru sikap orang lain dengan cepat) dan imbas pergaulan yaitu ketersia-siaan umur tanpa guna dan hilang agama bila bergaul dengan orang yang bukan andal agama. Jika seorang pelajar butuh orang lain yang sanggup beliau temani, maka hendaknya beliau jadi sahabat yang baik, berpengaruh agamanya, bertaqwa, wara ‘, higienis hatinya, banyak kebaikannya, baik harga dirinya (muru’ah), dan tidak banyak bersengketa: bila sahabat tersebut lupa beliau ingatkan dan bila sudah sadar maka beliau tolong.
Hal itu dimaksudkan supaya hati gampang untuk mendapatkan ilmu, menghafalkannya, mengetahui permasalahan-permasalahan yang rumit dan memahaminya.
Kedua, hendaknya mempunyai niat yang baik dalam mencari ilmu, yaitu dengan bermaksud mendapatkan ridho Allah, mengamalkan ilmu, menghidupkan syariat Islam, menerangi hati
dan mengindahkannya dan mendekatkan diri kepada Allah. Jangan hingga berniat hanya ingin mendapatkan kepentingan duniawi ibarat mendapatkan kepemimpinan, pangkat, dan harta atau menyombongkan diri di hadapan orang atau bahkan supaya orang lain hormat.
Ketiga, hendaknya segera mempergunakan masa muda dan umurnya untuk memperoleh ilmu, tanpa terpedaya oleh rayuan “menunda-nunda” dan “berangan-angan panjang”, lantaran setiap detik yang terlewatkan dari umur tidak akan tergantikan. Seorang santri hendaknya memutus sebisanya urusan-urusan yang menyibukkan dan menghalang-halangi sempurnanya berguru dan kuatnya kesungguhan dan keseriusan menghasilkan ilmu, lantaran semua itu merupakan faktor-faktor penghalang mencari ilmu.
Keempat, mendapatkan sandang pangan apa adanya lantaran kesabaran akan ke-serba kekurangan hidup, akan mendatangkan ilmu yang luas, kefokusan hati dari angan-angan yang majemuk dan nasihat pesan tersirat yang terpancar dari sumbernya.
Kelima, cerdik membagi waktu dan memanfaatkan sisa umur yang paling berharga itu. Waktu yang paling baik untuk hafalan yaitu waktu sahur, untuk pendalaman pagi buta, untuk menulis tengah hari, dan untuk berguru dan mengulangi pelajaran waktu malam. Sedangkan daerah yang paling baik untuk menghafal yaitu kamar dan tempat-tempat yang jauh dari gangguan. Tidak baik melaksanakan hafalan di depan tanaman, tumbuhan, sungai dan daerah yang ramai.
Keenam, makan dan minum sedikit. Kenyang hanya akan mencegah ibadah dan bikin tubuh berat untuk belajar. Di antara manfaat makan sedikit yaitu tubuh sehat dan tercegah dari penyakit yang di akibatkan oleh banyak makan dan minum, ibarat ungkapan syair yang artinya: “Sesungguhnya penyakit yang paling banyak engkau ketahui berasal dari kuliner atau minuman.”
Ketujuh, bersikap wara’ (mejauhi kasus yang syubhat ‘tidak terang ‘ halal haramnya) dan berhati-hati dalam segala hal. Memilih barang yang halal ibarat makanan, minuman, pakaian, daerah tinggal dan semua kebutuhan hidup supaya hatinya terang, dan gampang mendapatkan cahaya ilmu dan kemanfaatannya. Hendaknya seorang santri memakai hukum-hukum dispensasi (rukhsoh) pada tempatnya, yaitu ketika ada kebutuhan dan lantaran yang memperbolehkan. Sesungguhnya Allah bahagia bila aturan rukhsohnya dilakukan, ibarat senangnya Allah bila aturan ‘azimahnya (hukum sebelum muncul ada lantaran rukhsoh) dikerjakan.
Kedelapan, meminimalisir penggunaan kuliner yang menjadi penyebab bebalnya otak dan lemahnya panca indera ibarat buah apel yang asam, buncis dan cuka. Begitu juga dengan kuliner yang sanggup memperbanyak dahak (balgham) yang memperlambat kinerja otak dan memperberat tubuh ibarat susu dan ikan yang berlebihan. Hendaknya seorang santri menjauhi hal-hal yang mengakibatkan lupa ibarat makan kuliner sisa tikus, membaca goresan pena di nisan kuburan, masuk di antara dua unta yang beriringan dan membuang kutu hidup-hidup.
Kesembilan, meminimalisir tidur selama tidak berefek ancaman pada kondisi tubuh dan kecerdasaan otak. Tidak menambah jam tidur dalam sehari semalam lebih dari delapan jam. Boleh kurang dari itu, asalkan kondisi tubuh cukup kuat. Tidak problem mengistirahatkan tubuh, hati, pikiran dan mata bila telah capek dan terasa lemah dengan pergi bersenang-senang ke tempat-tempat rekreasi sekiranya dengan itu kondisi diri sanggup kembali (fresh).
Kesepuluh, meninggalkan pergaulan lantaran hal itu merupakan hal terpenting yang seyogyanya di lakukan pencari ilmu, terutama pergaulan dengan lain jenis dan ketika pergaulan lebih banyak-main-mainnya dan tidak mendewasakan pikiran. Watak insan itu ibarat pencuri ulung (meniru sikap orang lain dengan cepat) dan imbas pergaulan yaitu ketersia-siaan umur tanpa guna dan hilang agama bila bergaul dengan orang yang bukan andal agama. Jika seorang pelajar butuh orang lain yang sanggup beliau temani, maka hendaknya beliau jadi sahabat yang baik, berpengaruh agamanya, bertaqwa, wara ‘, higienis hatinya, banyak kebaikannya, baik harga dirinya (muru’ah), dan tidak banyak bersengketa: bila sahabat tersebut lupa beliau ingatkan dan bila sudah sadar maka beliau tolong.
Demikian Adab dan Etika Menuntut Ilmu berdasarkan KH. Hasyim Asy'ari yang patut kita jadikan pedoman dalam menuntuk ilmu, sehingga bukan hanya kecerdasa logika kita tapi keluhuran kebijaksanaan dan akhlakul karimah juga berhasil kita dapatkan, kita wujudkan sebagai bekal mengarungi kehidupan supaya selamat di dunia dan di alam abadi Amin
0 Response to "√ Moral Dan Moral Menuntut Ilmu Berdasarkan Kh. Hasyim Asy'ari"
Post a Comment